Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra : Deskripsi Tempat



SANGGAR SENI MANUNGGALING DHARMASASTRA -DESKRIPSI TEMPAT –

 (Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra yang sedang dalam tahap renovasi. foto ini diambil dari atas jalan )


Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra adalah salah satu sanggar seni yang masih aktif di Kota Cirebon. Lokasi Sanggar Manunggaling Dharmasatra ini berada di Jalan Syech Achmad Pangeran Panji, Desa Kolikoa, Kecamatan Kedawung, Kota Cirebon. Berjarak 5,4 kilometer dari Terminal Bus Harjamukti, 2.4 kilometer dari kampus utama Uiversitas Swadaya Gunung Jati ( UGJ / yang lebih di kenal dengan nama Unswagati ), dan berjarak 1,4 kilo meter dari Jalan Brigjend Dharsono, dari jalan besar ini, kita bisa turun dari bus atau transportasi umum yang menuju Majalengka, Indramayu, Palimanan, Arjawinangun, atau yang melewati Jalan Brigjend Dharsono, dan berjalan kaki sekitar delapan belas menit. Jika kita merasa terlalu jauh atau malas untuk melangkahkan kaki, kita bisa menggunakan transportasi ojek online untuk bisa menempuh jarak tersebut, atau pun menggunakan kendaraan pribadi.

Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra ini terletak di pinggir jalan, tidak masuk gang sempit, sehingga cukup mudah di lalui oleh kendaraan beroda dua atau beroda empat. truk pun bisa melalui jalan ini. Untuk menuju ke Sanggar Manunggaling Dharmasastra, kita perlu menuruni anak tangga dari kayu, karena berada di bawah jalan. Maka, kita harus berhati-hati saat menaiki atau menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu, terlebih jika membawa anak kecil, harus di pegang tangan serta pengawasan yang ekstra dari orang dewasa, karena di bawah tangga ada aliran air yang cukup besar dan tangga yang cukup tinggi serta cukup curam. Sebelah barat dan timur sanggar adalah perkebunan, sebelah selatan ada rumah milik warga setempat dan sebelah utara ada mushola dan kuburan dengan jalan yang menjadi penghubungnya.

Ketika saya dan teman-teman lainnya berkunjung ke sana, Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra sedang melakukan tahap renovasi, guna meperbaiki fasilitas yang ada sehinggga dapat mewadahi anak-anak latihan dengan lebih baik dan nyaman.

Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra yang saya dan teman-teman saya kunjungi, memang tidak begitu luas, untuk tempat latihannya ada di depan dengan ukuran luas sekitar 7x5 meter. Sanggar ini menyatu dengan rumah pemilik sanggar. Tempat ini terdiri dari dua lantai.

Lantai bawah digunakan untuk sanggar sebagai tempat latihan, yang berada tepat di depan pintu masuk ke dalam rumah pemilik sanggar ( di serambi rumah pemilik sanggar ), dan lantai sebagian di bawah dan lantai atas adalah rumah tempat tinggal pemilik sanggar.

Kita juga bisa langsung melihat tempat Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra ini dari jalan, karena tidak ada tembok atau pintu masuk yang menyekat sanggar dengan jalan, seperti tempat terbuka saja. Dengan di atas depan sanggar ada spanduk cukup besar yang berisi keterangan bahwa di sini lah Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra berada. Spanduk bukan saja hanya di depan atas tempat sanggar, tetapi di sebelah kanan, belakang, dan hampir di sekeliling -nya terdapat cukup banyak spanduk, sebagai guna juga untuk sekat pengganti tembok.

Untuk proposisi Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra sendiri.  Di sebelah kiri dari awal kita menginjakan kaki di Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra ada seperti tempat penyimpanan perlengkapan pementasan tari, tempat itu berukuran sekitar 1.5x2 meter. Di tempat yang berukuran cukup kecil itu ada seperti satu buah etalase yang isinya kostum-kostum pertunjukan, ada sebuah lemari yang cukup besar untuk penyimpanan perelngkapan yang lainnya, ada sound system yang berfungsi untuk menunjang latihan anak–anak, alat musik tradisional seperti gendang, goong, saron, dsb., ada lima jenis topeng berbeda yang merupakan penggambaran dari tari topeng panji, tari topeng samba, tari topeng rumyang, tari topeng temenggung, dan tari topeng kelana., ada pula perlengkapan lainnya seperti selendang hijau, dan penutup kepala dengan dua buah sumping dan jamangan yang disebut sobra. Di dekat tempat penyimpanan ada kaca yang cukup besar, mugkin berfungsi guna untuk berias diri. Di sebelah tempat penyimpanan ada pintu sebagai akses untuk masuk ke dalam rumah pemilik Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra. Di sekeliling tempat latihan ada tempat duduk. jika kita ingin melihat peserta yang latihan, atau sebagai tempat bersantai serta beristirahat.

Tempat peserta latihan di Sanggar Manunggaling Dharmasatra ini seperti serambi rumah saja, berada di tempat yang setengah tertutup dan setengah terbuka, sama seperti yang ada di depan rumah kita. terbuat dari lantai yang masih terbuat dari semen, dengan spanduk yang menjadi pembatas guna pengganti tembok, dan di sekelilingnya ada tempat duduk yang memanjang dari semen juga. Tempat latihan ini bisa menampung sampai sepuluh orang peserta latihan.

Jika kita berkunjung ke Sanggar Manunggaling Dharmasatra. Kemudian sepulangnya  kita merasa lapar. Pergilah ke sebelah Barat, mengikuti jalan yang terbuat dari aspal, melewati pesawahan masyarakat setempat, dan akan bertemu pertigaan jalan. Dari pertigaan jika ke sebelah kiri maka akan ada sekolah dasar, kalau tidak salah namanya SDN 1 Kalikoa. Jika ke sebelah kanan akan ada berjejeran warung-warung makanan. Dan jika lurus pun sama, ada berbagai jajanan yang bisa kita pilih untuk mengisi perut yang kosong. Dulu saya dan teman–teman lainnya memilih untuk menyantap mie ayam dengan harga 8000 per porsinya. Selain mie ayam ada juga yang berjualan bakso, seblak, warung jajanan, gorengan, tahu gejrot, warung makan, dan jika kita lurus sedikit lagi ada alfamart.

Dan jika kita sedang berkunjug ke Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra, lalu mepet dengan waktu sholat. Tenang saja, jangan risau. Di depan jalan dari Sanggar ada mushola yang tidak terlalu besar, cukup menampung jamaah sholat sebanyak kurang lebih lima belas sampai dua puluh jamaah.  Jika kita menggunakan kendaraan pribadi baik motor dan mobil, kita bisa parkir di depan mushola, karena halaman mushola yang sangat luas serta bersebelahan dengan kuburan masyrakat. Karena jika kendaraan di parkirkan di depan sanggar maka ditakutkan mengganggu lalu lintas jalan, karena berada di trotoar jalan.

Teman–teman pembaca blog saya. Kita selaku generasi milenial yang hidup di jaman modern dengan serba teknologi serta kecanggihan yang semakin hari semakin haus akan ketimpangan dengan kebudayaan lokal. Mari kita berfikir lebih kritis, akan bagaimana negeri ini lima tahun bahkan sepuluh atau dua puluh tahun ke depannya. Maka, mari belajar dari sejak dini untuk terus mencintai kesenian lokal tradisonal minimal dari daerah kita masing-masing. Jangan sampai kebudayaan tradisional yang daerah kita miliki akan terkubur dan hilang

Ini adalah tulisan blog saya tentang cerita dalam bentuk mendeskripsikan Sanggar Seni Manunggaling Dharmasatra. Jika penasaran dengan cerita-cerita atau blog yang saya tulis, jangan lupa di baca ya.............


Terima kasih banyakkkk untuk anda yang membaca blog saya,...



     

Posting Komentar

0 Komentar