Tari Topeng Cirebon




Tari topeng berawal pada zaman dahulu ada Pangeran Welang yang memiliki kesaktian yang sangat luar biasa. Kesaktian tersebut tidak ada yang bisa menklukannya. Pangeran Welang mempunyai pedang yang sakti dan diberi nama pedang Curug Sewu. Saat pedang Curug Sewu tidak ada lagi di tangan pangeran Welang, pangeran welang bisa ditaklukan oleh orang – orang Cirebon. Sampai kemudian pangeran welang diganti namanya menjadi pangeran Graksan. Pangeran Graksan pun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati.

Tari Topeng Cirebon adalah kesenian asli daerah Cirebon termasuk Indramayu, Losari, Brebes, dan Jatibarang. Tari Topeng Cirebon ini telah menginspirasi seniman Betawi bernama Djiun dalam menciptakan tari Topeng Tunggal yang kemudian dibawakan sendiri oleh isterinya, Mak Kinang.  Jumlah karakter topeng dalam tari Topeng Tunggal hanya ada tiga, sedangkan Topeng Cirebon menggunakan enam sampai delapan topeng. Pada awal kemunculannya tari Topeng Cirebon adalah tarian ritual yang sangat tertutup, sehingga ketika raja membawakan tari Topeng Panji dilakukan dalam ruang terbatas yang hanya disaksikan saudara-saudara perempuannya. Untuk menarikan topeng ini diperlukan laku puasa, pantang, dan semedi. Tarian juga harus didahului oleh sajian, yang merupakan perlambang dualisme dan peng-esa-an. Inilah sebabnya dalam sajian sering dijumpai bedak, sisir, dan cermin yang merupakan lambang perempuan, didampingi oleh cerutu atau rokok sebagai lambang lelaki. Bubur merah lambang dunia manusia, bubur putih lambang dunia atas. Cowek batu yang kasar sebagai lambang lelaki, dan uleg dari kayu yang halus sebagai lambang perempuan. Pisang lambang lelaki, buah jambu lambang perempuan. Air kopi lambang dunia bawah, air putih lambang dunia atas, air teh lambang dunia tengah. Jadi dalam pertunjukan tari Topeng Cirebon sesajian merupakan lambang keanekaan yang ditunggalkan. Hal ini masih dipegang teguh hingga kini oleh para dalam topeng.

Tari Topeng Cirebon mempunya peranan sebagai media penyebaran agama Islam di masa Sunan Kalijaga, yang bahkan menarikannya sendiri untuk menarik perhatian para pengikutnya. Konon putera Sunan Kalijaga yang bernama Pangeran Panggung mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam melalui pertunjukan wayang dan topeng. Ketika keraton Cirebon dikuasai oleh Belanda dan raja-raja hanya diberi status pegawai, perlahan kesenian keraton mati suri lalu para penari serta penabuh gamelan berupaya mencari penghidupan di luar keraton. Topeng Cirebon yang semula bersifat sakral dan merupakan kesenian khusus di lingkungan keraton bergeser menjadi kesenian rakyat dengan segala perubahannya sesuai dengan gaya rakyat kebanyakan. Sejak itu setiap kali keraton akan mementaskan tari Topeng Cirebon maka pihak keraton terpaksa mengambil dari desa-desa hingga waktu yang cukup lama. Ketika pemerintah menggalakkan budaya daerah barulah bermunculan kembali keturunan langsung keraton yang belajar menari Topeng, bermain gamelan, dan seni keraton lainnya.
                                                                          
Tari Topeng Cirebon sebenarnya menggunakan enam sampai delapan karakter dalam pertunjukkannya, tetapi yang dikenal secara luas hingga kini hanya ada lima. Pementasan tari Topeng Cirebon berlangsung dalam lima babak yang masing-masing memakan waktu ± 1 jam. Kelimanya dibawakan oleh satu orang yang disebut dalang topeng.

Mengenai jenis tarian ini, Tari Topeng Cirebon telah dibagi menjadi lima. Jenis-jenis ini dikenal dengan Panca Wanda atau lima rupa, diantaranya Tari Topeng Panji, Tari Topeng Samba, Tari Topeng Rumyang, Tari Topeng Tumenggung dan Tari Topeng Kelana. Kelima tarian ini mewakili perwatakan manusia.

1. Tari Topeng Panji.

    Topeng yang dikenakan berwarna putih bersih. Hanya ada mata, hidung, dan mulut, belum ada guratan lain. Tarian ini melambangkan kebersihan dan kesucian bayi yang baru dilahirkan. Gerakan tari Topeng Panji masih sederhana, hanya adeg-adeg dengan gerakan yang kecil-kecil dan  banyak diam. Kostum dan atribut yang digunakan berwarna serba putih.
     
      2. Tari Topeng  Samba atau Pamindo. 

     Pamindo berasal dari kata mindo yang artinya kedua. Tari Topeng Pamindo memang berada dalam urutan kedua dalam pentas babakan Topeng Cirebon. Topeng yang dikenakan berwarna merah muda keputihan dengan sedikit guratan di wajah dan hiasan rambut keriting pada dahi. Tarian ini menggambarkan perkembangan masa kanak-kanak yang mulai memasuki masa remaja, cenderung emosional, dan penuh semangat. Gerakan tariannya lincah, terpatah-patah dalam irama yang cepat (staccato). Kostum yang dikenakan berwarna hijau.

 3. Tari Topeng Rumyang. 

Rumyang berasal dari kata ramyang-ramyang (carancang tihang) yang artinya mulai terang, yaitu keadaan menjelang pagi yang masih samar-samar atau setengah terlihat. Rumyang digambarkan sebagai seseorang yang sudah agak terang melihat kehidupan di sekelilingnya. Tari Topeng Rumyang dibawakan pada segmen ketiga. Topeng yang dikenakan warna dasarnya merah muda dengan riasan wajah jingga sebagai lambang peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Gerakan tarinya juga lincah dengan beberapa gerak pengulangan.

 4. Tari Topeng Tumenggung.

Topeng yang digunakan berwarna merah dengan banyak guratan, mata membulat dan terbuka, serta berkumis. Tari Topeng Tumenggung menggambarkan manusia dewasa yang telah menemukan jati dirinya. Karakter Tumenggung adalah gagah, tangguh, bersikap tegas, bertanggungjawab, dan memiliki jiwa korsa yang paripurna. Dalam struktur kerajaan, tumenggung adalah patih atau panglima perang. Kostum penari berwarna hitam yang bisa dikombinasikan dengan warna apapun sebagai penggambaran sikap bijak seorang tumenggung. Tari Topeng Tumenggung muncul di babak keempat yang biasanya dilanjutkan dengan peperangan melawan Jingga Anom.

 5. Tari Topeng Kelana atau Rahwana. 

Topeng berwarna merah tua ini memiliki ukiran yang paling rumit terutama di bagian dahi, berkumis tebal, dan matanya melotot. Tarian ini menggambarkan orang yang serakah, angkuh, penuh angkara murka, tidak dapat mengendalikan diri, sekaligus menggambarkan puncak fase kehidupan manusia yang selalu berkelana dalam kebebasan dari pengaruh hawa nafsu. Gerak tarinya agresif, enerjik, angkatan kakinya dibuat tinggi dan rentangan tangannya lebar, sebagai penggambaran gerakan yang kuat dan keras.


Adapun mengenai gaya tarian, Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa gaya tari yang telah diakui secara adat. Gaya-gaya ini berasal dari desa-desa asli yang melahirkan tarian topeng atau juga dari desa lain yang menciptakan gaya baru yang secara adat diakui berbeda dengan gaya lainnya.

Perbedaan gaya tari di masing-masing desa umumnya disebabkan oleh adanya penyesuaian selera penikmat dengan nilai estetik gerak tarian diatas panggung. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai gaya tari dari Topeng Cirebon :


1. Gaya Beber 

Tari ini lahir sejak abad ke-17 Masehi di desa Beber, Ligung, Majalengka, Jawa Barat. Menurut ahli dalang, gaya tarian ini pertama kali dibawa ke desa Beber oleh seniman dari Gegesik, Cirebon. yang termuat dalam gaya tari ini meliputi Panji, Samba, Temenggung, Jinggananom dan Temenggung, Klana dan Rumyang. Biasanya dipentaskan malam hari dengan Tari Topeng Rumyang di pertunjukkan mendekati terbitnya matahari.

2. Gaya Brebes

Dalam Babad Tanah Losari, gaya tari ini dimulai dari pindahnya Pangeran Angkawijaya ke Losari, Brebes. Pindah dari Kesultanan Cirebon untuk menghindari konflik internal serta kehidupan keraton yang serba gemerlapan.

Di daerah yang baru tersebut, sang pangeran mengembangkan bakat seninya, hingga terciptalah gaya tarian ini. Selain alur cerita, kekhasan tari ini adalah banyaknya pengaruh kebudayaan Jawa.

3. Gaya Palimanan

Gaya ini tersebar di sekitaran wilayah Palimanan, Cirebon. Tetaluan (tabuh gamelan) di setiap babak berbeda dalam gaya ini.

kembang Sungsang untuk babak Panji, Gaya-Gaya untuk babak Samba, Malang Totog untuk babak Tumenggung, Bendrong untuk babak Jingga Anom dan babak Klana Udeng. Ada juga Gonjing untuk babak Klana serta Kembang Kapas untuk babak Rumyang.
Untuk tetaluan gaya ini lebih mirip dengan gaya Gegesik, sementara gerakan mirip dengan gaya Losari.


4. Gaya Gegesik

Daerah penyebaran gaya ini ada di sekitaran Gegesik, Cirebon. Kekhasan Tari Topeng Gaya gegesik terlihat di raut karakteristik topengnya. Terutama Topeng Panji yang berwarna putih dengan raut tenang, mata sipit merunduk tajam, hidung mancung, serta senyum terkulum.

Perubahan gaya ini mulai kentara sejak 1980-2000. Pada masa itu, pertunjukan topeng sering dicampur dengan dangdut sehingga disebut juga Topeng-Dangdut.


5. Gaya Celeng

Gaya ini mewakili tari topeng yang berpusat di dusun Celeng, Loh Bener, Indramayu. Pertama kali dibawa oleh Ki Kartam yang seorang ahli dalang dari Majakerta.

Meskipun tetap memiliki kekhasan tersendiri, gaya ini memiliki kesamaan dengan gaya lainnya. Termasuk lagu dan musik pengiring yang mirip dengan yang ada di gaya Gegesik dan Slangit. Kemiripan lain juga pada gerak tari yang mendekati gerakan pada gaya Pekandangan.


6. Gaya Cipunegara

Gaya ini tersebar di perbatasan Indramayu, mulai dari Pegaden hingga kebantaran sungai Cipunegara. Dikenal juga sebagai Tari Topeng Menor karena kemerduan dan kecantikan penarinya. Selain itu, juga dikenal sebagai Tari Topeng Jati karena salah satu pusat gaya ini ada di desa Jati, Cipunegara, Subang. Salah satu yang menarik dari gaya ini adalah pengantar menggunakan bahasa Sunda, bukan bahasa Cirebon.

Selain yang telah disebutkan masih banyak lagi gaya Tari Topeng Cirebon, termasuk gaya Cibereng, Gujeg, Kalianyar, Kreyo, Losarang, Pekandangan, Randegan, Slangit dan lain sebagainya.



Posting Komentar

0 Komentar