FILOSOFI DAN GAYA TARI TOPENG CIREBON


Filosofi Kesenian Topeng Cirebon
Seperti disebut dalam kesejarahan tari ini, awalnya Tari Topeng Cirebon lebih dikonsentrasikan di lingkungan keraton. Seiring perkembangannya, lama-kelamaan kesenian ini kembali, melepaskan diri dan dianggap sebagai rumpun tari yang berasal dari tarian rakyat.
Sementara itu, karena pada masa Islam tari ini lebih diupayakan untuk penyebaran agama, maka dikemaslah pertunjukan ini menjadi bermuatan filosofis dan berwatak atau wanda
Pengemasan yang dimaksud adalah lebih menggambarkan ketakwaan dalam beragama serta tingkatan sifat manusia, diantaranya sebagai berikut :
Makrifat (Insan Kamil) : Tingkatan tertinggi manusia dalam beragama dan sudah sesuai dengan syariat agama.
Hakikat : Pengambaran manusia yang berilmu, sehingga telah faham mana yang menjadi hak seorang hamba dan mana yang hak sang Khalik.
Tarekat : Gambaran manusia yang telah hidup dengan menjalankan agama dalam perilaku kehidupannya sehari-hari.
Syariat : Sebagai gambaran manusia yang memulai untuk memasuki atau baru mengenal ajaran Islam.
Sebagai hasil budaya, Tari Topeng Cirebon mengusung nilai hiburan yang mengandung pesan-pesan terselubung. Unsur-unsur yang terkandung mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangatlah menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga memiliki nilai pendidikan.
Aspek kehidupan dalam hal ini sangatlah bervariasi, termasuk kepribadian, kepemimpinan, cinta, angkara murka, serta penggambaran hidup manusia sejak lahir hingga dewasa.
Jenis & Gaya Tari Topeng
Secara umum, tari di indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni: tari tradisional dan tari kreasi (malarsih, 1998: 368-369). Tari tradisional adalah tari yang lahir, tumbuh, berkembang dalam suatu masyarakat yang kemudian diturunkan atau diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Tari tradisional tetap ada selma tarian tersebut masih sesuai dan diakui oleh masyarakat pendukungnya. Tari tradisional dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1) tari tradisional primitif, 2) tari tradisional rakyat, 3) tari tradisional istana/klasik (jauzli, 1994: 70). Tari kreasi adalah jenis tari yang koreografinya masih bertolak dari tari-tari tradisional atau pengembangan dari pola-pola tari yang sudah ada. Terbentuknya tari kreasi karena dipengaruhi oleh gaya tari daerah atau negara lain maupun hasil kreativitas penciptanaya (jazuli, 1994: 76).
Jenis tari bedasarkan koreografinya dibagi menjadi empat, yaitu: (1) tunggal/solo adalah tari yang dipergakan oleh seorang penari, baik laki-laki maupun perempuan, (2) tari berpasangan adalah tari yang diperagakan oleh dua orang secara berpasangan dan terjadi interaksi, (3) tari kelompok/grup adalah tari yang diperahakan lebih dari dua orang, (4) tari kolosal adalah tari yang dilakukan secara massal lebih dari 5 orang dan tidak terjadi interaksi biasanya dilakukan oleh setiap suku bangsa diseluruh daerah nusantara.


Adapun jenis-jenis Tari Topeng Cirebon dibagi menjadi lima, 
Jenis-jenis ini dikenal dengan Panca Wanda atau lima rupa, diantaranya Tari Topeng Kelana, Tari Topeng Tumenggung, Tari Topeng Rumyang, Tari Topeng Samba dan Tari Topeng Panji. Kelima tarian ini mewakili perwatakan manusia.
Adapun mengenai gaya tarian, Tari Topeng Cirebon memiliki beberapa gaya tari yang telah diakui secara adat. Gaya-gaya ini berasal dari desa-desa asli yang melahirkan tarian topeng atau juga dari desa lain yang menciptakan gaya baru yang secara adat diakui berbeda dengan gaya lainnya.
Perbedaan gaya tari di masing-masing desa umumnya disebabkan oleh adanya penyesuaian selera penikmat dengan nilai estetik gerak tarian diatas panggung. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai gaya tari dari Topeng Cirebon :
1. Gaya Beber
Tari ini lahir sejak abad ke-17 Masehi di desa Beber, Ligung, Majalengka, Jawa Barat. Menurut ahli dalang, gaya tarian ini pertama kali dibawa ke desa Beber oleh seniman dari Gegesik, Cirebon.
Babak yang termuat dalam gaya tari ini meliputi Panji, Samba, Temenggung, Jinggananom dan Temenggung, Klana dan Rumyang. Biasanya dipentaskan malam hari dengan Tari Topeng Rumyang di pertunjukkan mendekati terbitnya matahari.
2. Gaya Brebes
Dalam Babad Tanah Losari, gaya tari ini dimulai dari pindahnya Pangeran Angkawijaya ke Losari, Brebes. Pindah dari Kesultanan Cirebon untuk menghindari konflik internal serta kehidupan keraton yang serba gemerlapan.
Di daerah yang baru tersebut, sang pangeran mengembangkan bakat seninya, hingga terciptalah gaya tarian ini. Selain alur cerita, kekhasan tari ini adalah banyaknya pengaruh kebudayaan Jawa.
3. Gaya Palimanan
Gaya ini tersebar di sekitaran wilayah Palimanan, Cirebon. Tetaluan (tabuh gamelan) di setiap babak berbeda dalam gaya ini.
Kembang Sungsang untuk babak Panji, Gaya-Gaya untuk babak Samba, Malang Totog untuk babak Tumenggung, Bendrong untuk babak Jingga Anom dan babak Klana Udeng. Ada juga Gonjing untuk babak Klana serta Kembang Kapas untuk babak Rumyang.
Untuk tetaluan gaya ini lebih mirip dengan gaya Gegesik, sementara gerakan mirip dengan gaya Losari.
4. Gaya Gegesik
Daerah penyebaran gaya ini ada di sekitaran Gegesik, Cirebon. Kekhasan Tari Topeng Gaya gegesik terlihat di raut karakteristik topengnya. Terutama Topeng Panji yang berwarna putih dengan raut tenang, mata sipit merunduk tajam, hidung mancung, serta senyum terkulum.
Perubahan gaya ini mulai kentara sejak 1980-2000. Pada masa itu, pertunjukan topeng sering dicampur dengan dangdut sehingga disebut juga Topeng-Dangdut.
5. Gaya Celeng
Gaya ini mewakili tari topeng yang berpusat di dusun Celeng, Loh Bener, Indramayu. Pertama kali dibawa oleh Ki Kartam yang seorang ahli dalang dari Majakerta.
Meskipun tetap memiliki kekhasan tersendiri, gaya ini memiliki kesamaan dengan gaya lainnya. Termasuk lagu dan musik pengiring yang mirip dengan yang ada di gaya Gegesik dan Slangit. Kemiripan lain juga pada gerak tari yang mendekati gerakan pada gaya Pekandangan.
6. Gaya Cipunegara
Gaya ini tersebar di perbatasan Indramayu, mulai dari Pegaden hingga kebantaran sungai Cipunegara. Dikenal juga sebagai Tari Topeng Menor karena kemerduan dan kecantikan penarinya.
Selain itu, juga dikenal sebagai Tari Topeng Jati karena salah satu pusat gaya ini ada di desa Jati, Cipunegara, Subang. Salah satu yang menarik dari gaya ini adalah pengantar menggunakan bahasa Sunda, bukan bahasa Cirebon.
Selain yang telah disebutkan masih banyak lagi gaya Tari Topeng Cirebon, termasuk gaya Cibereng, Gujeg, Kalianyar, Kreyo, Losarang, Pekandangan, Randegan, Slangit dan lain sebagainya
Fungsi Tari
Segala aktivitas yang dilakukan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, seperti belajar, bekerja, bermain, dan berkesenian. Peranan tari sebagai cabang kesenian bukan hanya dapat memenuhi kebutuhan itu, tetapi juga dapat menunjang kepentingan kegiatan manusia. Oleh karena itu, peranan tari dalam kehidupan manusia mencakup tiga aspek, yaitu stimulans individual, sosial, dan komunikasi. Sifat individual karena tari merupakan ekspresi jiwa yang berasal dari individu. Sifat sosial karena gerak-gerak tari tidak terlepas dari pengaruh keadaan dan mengacu kepada kepentingan lingkungannya, sehingga tari dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi guna menyampaikan ekspresi jiwa kepada orang lain (Jazuli, 1994: 42).
Fungsi tari dalam kehidupan manusia diantaranya adalah:
(1) untuk kepentingan upacara,
(2) untuk hiburan
(3) sebagai seni pertunjukan, dan
(4) media pendidikan (Jazuli, 1994: 43).

Sumber :
lib.unnes.ac.id/22775/1/2501410163.pdf
blogkulo.com/tari-topeng-cirebon

Posting Komentar

0 Komentar