Beban Yang Bermanfaat

TUGAS  YANG BERMANFAAT



Tugas. Satu kata yang paling tidak diinginkan oleh mahasiswa. Terlebih saya, sebagai “mahasiswa baru”. – maba - .

Dulu, pada saat saya duduk di bangku SMA, dengan segala rangkaian peraturan, tuntutan harus memahami semua mata pelajaran sebagai patokan nilai, dengan dibaluti seragam khas putih abu-abu. Saat itu, ingin sekali rasanya untuk melepas seragam putih abu-abu. Ingin adanya kebebasan berpakaian, peraturan tidak sebayak SMA, dan tidak dituntut untuk memahami berbagai jenis pelajaran, dari hitungan angka, hafalan teori, kegiatan praktikum, terlebih sekolah saya yang menerapkan sistem pembelajaran full day school, yang mengharuskan siswa/siswi masuk kelas jam 07.00 dan pulang jam 15.30. Istirahat hanya dua kali, dengan durasi waktu 15-30 menit. “Oh, Tuhan... Segerakanlah waktu berputar, teruslah melaju cepat. Saya sudah cape sekolah, ingin cepat-cepat menjadi mahasiswa” ucap saya dulu.

Dan sekarang, di sinilah saya.

Universitas Swadaya Gunung Jati. Universitas terbesar, tertua, dan terbaik se-wilayah 3 Cirebon. Awal saya keluar SMA, saya sangat terobsesi sekali untuk masuk universitas negeri. Dengan alasan biaya yang lebih ringan. Tapi Tuhan berkehendak lain, dan saya harus menerima semuanya. Inilah yang terbaik bagi hidup saya, terlebih semua garis takdir sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Dan pepatah bilang “yang terbaik menurut kita, belum tentu itu terbaik untuk kita. Dan yang kita anggap buruk, tidak berarti itu tidak baik bagi kita”. Tuhan maha mengetahui apa yang terbaik untuk hambanya. Jalani saja yang sudah menjadi takdir kita, dengan hal yang baik dan positif.

Satu bulan saya duduk di bangku perkuliahan, dengan dipotong masa PKKMB selama satu minggu. Fakultas saya menyelenggarakan UTS. Ya, dengan baru saja empat kali pertemuan dengan dosen mata kuliah. Ya.. Harus bagaimana lagi, itulah yang harus terjadi –mungkin-. Lalu, apakah selesai UTS saya lega dan bebas dengan semua balutan wara wiri perkuliahan? Tidak. Ternyata setelah UTS, banyak sekali tugas-tugas yang menghampiri. Saya serasa menjadi gula yang dikerumuni oleh semut. Dimulai dari tugas yang deadline nya harian, mingguan, sampai ada dosen yang memberi waktu pengerjaan tugas dalam jangka kurang lebih dua bulan. Tidak, saya tidak bahagia dengan jangka waktu selama itu. Karena apa? Ya benar, tugasnya sangatlah rumit. ”Rumit jika hanya dipikirkan dan dibayangkan. Jika di kerjakan secara bertahap, tugasnya pun akan selesai.” Itulah yang harus saya tanamkan pada pikiran dan hati saya. Untuk tidak mempusingkan tugas, sudah rumit di pikirkan lagi, -huh tambah pusing, deh-. Jalani dan maksimalkan waktu, kesempatan, pikiran, dan strategi, agar tugas yang cukup rumit ini selesai menjadi bayangan setiap melihat laptop.

Tugas itu pertama kali diberitahukan tanggal 15 November 2019 dan katanya UAS diperkirakan akan dilaksanakan bulan Januari (entahlah, itu hanya desas-desus dari perbincangan mahasiswa yang tidak sabar bertemu dengan kata –libur panjang-. Karena setelah UAS biasanya libur cukup panjang, bisa sampai satu bulan). Cukup lama kan pengerjaan tugasnya...

Tugas mata kuliah Pengantar Teknologi dan Informasi. Awal katanya, bapak dosen bilang “untuk UAS nanti, tidak ada ujian tulis. Melainkan diganti khusus untuk mata kuliah saya menjadi tugas yang akan dikumpulkan nanti saat waktu UAS”. Awalnya senang, bahagia karena setidaknya ada mata kuliah yang berkurang satu, untuk belajar dengan sistem kebut semalam sebelum besoknya UAS. Tapi, akhirnya saya berpikir beribu kali untuk tersenyum seperti tadi. Karena tugas yang diberikan terdiri dari dua tugas, yaitu tugas kelompok dan tugas individu.

Minggu pertama pengerjaan tugas untuk kelompok.

Ternyata saya di tempatkan di kelompok enam. Yang beranggotakan satu laki-laki ; Fajar Akbar, dan lima perempuan ; Eka Julaeka, Azolla Finata, Puti Kayimani, Elok Faiqoh, dan saya sendiri Vira Ravika. ”Hai, kamu yang sedang membaca blog saya..”

Rabu, 13 November 2019, setelah mata kuliah Pengantar Akuntansi, kami ber-enam pergi ke salah satu sanggar di Cirebon, yaitu Sanggar Seni Manunggaling Dharmasastra. Sebelumnya, saya sudah menghubungi pihak sanggar untuk bisa meluangkan waktu untuk kami kunjungi sanggarnya. Dan Allhamdulillah diperbolehkan. Kami berangkat pukul 11.00 setelah ada kelas sebelumnya, kami berangkat menggunakan jasa transportasi mobil, dipesan melalui aplikasi. Sekitar delapan menit kami sampai di tempat tujuan. Dan ternyata Sanggar Manunggaling Dharmasatra tersebut berada di Jalan Syech Achmad Pangeran Panji, Desa Kalikoa, Kecamatan Kedawung, Kota Cirebon. Dan kebetulan di dekat sanggar tersebut ada mushola. Lantas kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu sambil menunggu waktu adzan dzuhur, karena saya janji kepada pihak sanggar untuk datang setelah dzuhur.

Sekiar jam 12.20, kami berjalan menuju sanggar. Kebetulan sanggar tersebut dalam tahap renovasi, sehingga kami harus menuruni tangga kayu terlebih dahulu untuk sampai di area latihan sanggar. Kami disambut dengan baik dan ramah oleh pihak sanggar. Tidak ingin membuang-buang waktu, karena jam 15.30 kita ada mata kuliah lain, sehingga kamipun langsung menyampaikan tujuan kedatangan kami sekelompok untuk observasi sanggar dan ada sesi wawancara dengan pihak sanggar serta anggota yang berlatih di sanggar.

Pihak sanggar pun memperbolehkan kami untuk mewawancarai beliau, namun untuk bertemu dengan anggota yang berlatih, kami harus menunggu sampai waktu Ashar, di mana jam tersebut kami harus berada di kelas untuk mata kuliah lain. Kami berdiskusi lagi, dan memutuskan untuk kembali ke sanggar tersebut pada hari Sabtu setelah TEP ENTRY. Tak berselang lama. Rei, ketua kelas kami memberitahukan bahwa mata kuliah Ekonomi Mikro, dosennya tidak dapat hadir dan memberikan, tugas. Lagi. Sorak bahagia terpancar dari kami, yang berarti kami bisa melanjutkan wawancara dengan anggota di waktu Ashar nanti. Wawancara dengan pihak sanggar kurang berjalan dengan baik, karena situasi sanggar yang sedang dalam tahap renovasi, sehingga suasana dan suara bising yang tidak kondusif yang menjadi masalah bagi kelompok kami. Tapi apalah daya, kami harus menerima segala konsekuensinya. Setelah wawancara dengan pihak sanggar selesai, kami kembali ke mushola untuk beristirahat. Kemudian kami yang perempuan memutuskan untuk mencari makan, karena dari pagi belum mengisi perut, sedangkan Fajar anggota laki-laki satu-satunya memilih untuk beristirahat di dalam mushola. Dan menyepakati untuk berkumpul kembali di mushola ketika adzan Ashar berkumandang. Kemudian untuk nantinya melanjutkan sesi wawancara bersama anggota yang berlatih di sanggar tersebut.

Ya, sangatlah menyenangkan hari itu. Saya yang berasal dari Cikijing dengan adanya tugas ini, menjadi tahu bahwa di Cirebon masih banyak sanggar seni tradisional. Saya yang pendiam di kelas, bisa menjadi aktif berkomunikasi dengan anggota lainnya untuk membahas tugas bersama, dan saya yang hidup di jaman modern, dengan segala hal berbau teknologi yang canggih, memberikan pengetahuan lebih tentang pelestarian kesenian tradisional khas Cirebon yang harus tetap kita jaga, serta saya yang memiliki jiwa santai, harus beusaha mungkin untuk giat mengerjakan tugas, seperti malam ini. Jam sembilan malam saya buka laptop, mengetik di kosan dengan lampu remang-remang. Tak kerasa satu jam di depan laptop, malam saya menjadi produktif. Ya, tugas bukanlah beban yang sulit, tugas bukanlah musuh pelajar, tapi tugas mengajarkan kita tentang kedisiplinan waktu, pikiran, dan pelajaran hidup. Lihatlah dari segi positifnya, bukan hanya mengeluh karena tugas yang menumpuk.

Tugas ini sangatlah memberikan manfaat pelajaran hidup bagi saya.

Terima kasih telah membaca tulisan blog saya yang sangat panjang. Baca juga blog saya selanjutnya, untuk mengetahui cerita lebih jelas dan detail ketika kelompok saya melakukan observasi di Sanggar Manunggaling Dharmasatra.






Posting Komentar

0 Komentar