Eksistensi Tari Topeng Malangan diantara Zaman

Berkunjung ke kota Malang, kita akan diingatkan oleh bakso sebagai makanan khasnya,hingga beragam pilihan wisata di kota yang sering disebut kota Apel ini. Namun, kota Malang ternyata juga memiliki kesenian tari dengan sejarah dan keunikan yang melegenda. Pada mula kemunculannya, topeng dulunya memiliki fungsi yang sakral. Jauh sebelum agama masuk ke Indonesia, topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jawa Timur yaitu Kerajaan Kanjuruhan pada abadd ke-8 Masehi, yang berlokasi di sekitar kota Malang. Pada masa itu Raja Gajayana berada dipuncak keemasannya.
Apabila melihat dari prasasti-prasasti yang telah ditemukan, pada masa itu topeng sudah dikenal luas di Malang sebagai tradisi budaya dan religiusitas masyarakat. Fungsi utamanya adalah sebagai media ritual pemanggilan roh leluhur oleh para raja. Topeng terbuat hanya dari bahan dasar batu tidak seperti sekarang, topeng terbuat dari berbagai macam bahan dasar, misalnya saja kayu. Pada masa Raja Erlangga, barulah Topeng dikonstruksikan menjadi seni tari, dengan tujuan agar topeng menjadi budaya lokal yang dapat dinikmati masyarakat. Topeng digunakan oleh penari dengan alasan pada waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan, sehingga untuk mempermudah riasan, penari menggunakan topeng diwajahnya. Kesenian topeng Malangan adalah perlambang bagi sifat manusia, karena banyak model topeng yang menggambarkan situasi yang berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya (Sumarwahyudi, dkk.1999).
Kesenian ini pada waktu itu mampu membuat tenar nama Malang, dan seni tari topeng Malangan sering ditampilkan untuk para tamu dalam bentuk drama tari. Pertunjukan seni tari topeng Malangan sangat khas karena merupakan hasil perpaduan antara budaya Jawa Tengahan, Jawa Kulonan dan Jawa Timuran (Blambangan dan Osing) sehingga akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali. Salah satu keunikannya adalah pada model alat musik yang dipakai seperti rebab (sitar Jawa), seruling Madura (yang mirip dengan terompet Ponorogo),dan karawitan model Blambangan. Tarian ini dilakukan oleh beberapa orang dalam satu kelompok seni atau sanggar tari dengan menggunakan topeng dan kostum sesuai tokoh dalam cerita yang dibawakan. Cerita yang angkat dalam pertunjukan seni tari topeng Malangan biasanya adalah cerita panji dengan tokoh-tokoh seperti Raden Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari dan lain-lain.
Pertunjukan tarian ini biasanya dibagi menjadi beberapa sesi. Pertama, dilakukan Gending giro yaitu iringan musik gamelan yang dilakukan oleh pengrawit untuk menandakan pertunjukan akan dimulai atau memanggil penonton untuk menyaksikan. Kedua, dilakukan salam pembukaan, dalam salam pembuka ini biasanya dilakukan oleh salah satu anggota pertunjukan untuk menyapa penonton dan menceritakan sinopsis cerita yang akan dibawakan. Pada bagian ketiga dilakukan sesajen, yaitu ritual yang dilakukan agar pemain dan penonton diberi keselamatan dan pertunjukan berlangsung lancar. Dan yang terakhir adalah inti acara yaitu pertujukan tari topeng MalanganCerita yang dibawakan tersebut biasanya terdapat beberapa babak, diantaranya adalah jejer jawa, jejer sabrang, perang gagal, gunungsari-patrajaya, perang brubuh dan bubaran. Selain itu seperti halnya cerita dalam pewayangan, tokoh dalam cerita tari topeng Malangan ini juga terbagi menjadi beberapa ragam, diantaranya seperti bolo tengen (kesatria jawa), bolo kiwo (raksasa/klono), dewa, penari putri, dan punakawan.Untuk memerankan tokoh-tokoh pada tari topeng Malangan ini dibutuhkan kemampuan dalam visualisasi tokoh yang diperankan, ekspresi gerak, dan fisik yang cocok dengan tokoh.
Dalam pertunjukan tari topeng Malangan juga ada seorang Dalang. Selain untuk mengatur jalannya cerita, Dalang juga bertugas untuk memberikan sesaji dan membacakan doa pada saat sesajen. Selain itu, pertunjukan akan semakin meriahkan dengan adanya Panjak dan Sinden. Khusus untuk Panjak biasanya dilakukan oleh salah satu penabuh musik pengiring. Selain bertugas memainkan musik dan menyanyi, Panjak juga sering berkomunikasi dengan Dalang dan penonton untuk memeriahkan acara.
Seiring berjalannya zaman, pertunjukkan seni tari topengMalangan ini mulai meredup. Pertunjukkan seni ini dianggap tidak praktis lagi untuk ditampilkan karena memakan waktu kurang lebih satu malamBermunculan kesenian sebagai alternatif pertunjukkan untuk pementasan acara-acara di kota Malang, menyebabkan banyak kelompok seni mulai kekurangan panggilan untuk menari. Era globalisasi nampaknya membuat budaya komunitas masyarakat Malang pun ikut memudar. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya rasa memiliki topeng Malangan sebagai identitas budaya masyarakat. Ruang-ruang publik untuk mengakses kesenian ini pun seolah hilang, Dewan Kesenian Malang juga semakin sepi. Malang menjadi salah satu kota urban dengan banyak perumahan dan pertokoan.
Kurangnya regenerasi dan kesadaran masyarakat sangat mempengaruhi eksistensi dari kesenian satu ini. Namun beberapa sanggar tari di kabupaten Malang masih mempertahankan warisan budaya satu ini. Usaha pelestarian tersebut terbukti dengan mengadakan pertunjukan secara teratur dan dengan berbagai modifikasi dan penambahan variasi dalam pertunjukannya agar lebih menarik, namun tidak meninggalkan pakem yang ada. Beberapa kelompok kesenian pun mulai melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar menari dan membuat Topeng Malangan dengan alat-alat yang sederhana dan tari Topeng Malangan.
Kelompok komunitas seni tari topeng malangan yang masih eksis hingga kini dapat dijumpai di Padepokan Topeng Glagahdowo, Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, serta Padepokan Asmorobangun dan Padepokan Galuh Chandra Kirana di Kecamatan Pakisaji Malang Selatan. Sedangkan sang maestro tari topeng Malangan yang terkenal  bernama Mbah Karimun (almarhum). Selain melestarikan tarian ini di padepokannya di desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, ia juga menciptakan berbagai macam bentuk topeng, yang dipahat dari tangannya sendiri semasa ia masih hidup. Mbah Karimun adalah pahlawan kesenian karena ikut melestarikan budaya Indonesia agar tak lekang oleh gerusan jaman. Ketekunannya dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari para leluhurnya. Lewat kerja keras dan kesabarannya, Mbah Karimun berupa menghidupkan kesenian tradisional ini. Secara konsisten ia dan sesama seniman yang peduli menggelar pertunjukan secara rutin. Ia juga secara sukarela melatih anak-anak di sekelilingnya untuk belajar menari juga memainkan gamelan dan menyanyi ala seni karawitan. Waktu pementasan pertunjukan seni tari topeng Malangan ini adalah 36 hari sekali yakni setiap Senin Legi. Pada hari tersebut, terutama saat bulan Sura, ada budaya barikan, yang bermakna berdoa bersama-sama dan dilanjutkan makan bersama dengan saling tukar makanan. Pertunjukan seni tari topeng Malangan sendiri menggunakan bahasa Jawa kuno yaitu bahasa Kawi, sehingga tarian ini juga menjaga kelestarian bahasa nenek moyang suku Jawa.
Hingga di ujung usianya, Mbah Karimun tetap berjuang agar seni tari topeng Malangan lestari. Pemerintah pun terketuk dan menganugerahkannya sebagai maestro seni Indonesia. Perjuangan Karimun diteruskan oleh cucu dan muridnya, Handoyo dan Saini, mirip dengan kisah Karimun yang mewarisi dari ayah dan kakeknya. Sanggar yang diberi nama Sanggar atau Padepokan Asmoro Bangun tetap eksis berdiri di Desa Karang Pandan, Pakisaji, meskipun dana operasional diupayakan secara mandiri. Pengabdian yang tulus terhadap seni tradisional yang menggerakkan semangat penerus mbah Karimun untuk tetap menyebarluaskan kecintaan masyarakat terhadap kesenian tradisional.
Upaya-upaya komunitas yang sudah lama berdiri untuk melestarikan kesenian ini tentunya akan terus dilakukan. Harapannya sudah jelas, agar generasi muda mau mengenal dan turut memberikan peran agar seni tari Topeng Malangan tetap bertahan dan tidak hanya berhenti sebagai hiburan pada acara tertentu. Tentu saja, upaya tersebut tidak bisa berjalan sendirian, peran masyarakat secara menyeluruh sertapemerintah sangat di butuhkan dalam menjaga dan melestarikan kesenian satu ini.

Posting Komentar

0 Komentar